Siak - Pemerintah Indonesia berkomitmen melakukan standar verifikasi legalitas kayu di mata dunia internasional. Ini sehubungan masih adanya keraguan dunia internasional akan hasil produksi kayu Indonesia.
"Indonesia sudah menerapkan standar verifikasi legalitas kayu dan standar legalitas perdagangan kayu mencegah terjadinya illegal logging. Indonesia tidak akan bisa berdiri sendiri untuk memberantas illegal logging tersebut," kata Menhut Zulkifli Hasan dalam acara penanaman pohon trembesi yang diprakarsai Kantor Berita Antara, Selasa (22/03/2011) di Kabupaten Siak, Riau.
Komitmen legalitas perdagangan kayu ini, kata Zulkifli, sangat penting dilakukan yang tentunya bekerjasama dengan dunia internasional. Dalam hal ini, Indonesia sudah bekerjasama dengan Amerika Serikat, Australia, Cina, dan Eropa untuk melihat dengan jelas legalitas kayu tersebut. Selain itu, Indonesia tidak lagi mengekspor jenis kayu primer (hutan alam).
"Saat ini yang kita ekspor hanya kayu-kayu dari jenis hutan tanaman. Misalnya, sengon dari Jawa yang produksi tanamannya sekarang surplus. Jadi kayu yang kita ekspor tersebut tidaklah dalam kategori tebangan dari hutan alam," kata Zulkifli.
Kerjasama dengan dunia internasional soal perdagangan legalitas kayu ini, kata Menhut, sangat penting untuk melihat asal kayu tersebut. Misalkan saja, jika negara-negara Eropa, Amerika, Australia dan Cina menerima jenis kayu Meranti, Merbau yang diklaim dari Malaysia, maka hal itu jelas ilegal.
"Kalau ternyata Malaysia menjual jenis kayu tersebut, jelas itu merupakan perdagangan ilegal. Karena jenis kayu Meranti dan Merbau hanya terdapat di negara kita. Inilah penting kerjasama tersebut. Namun dalam kerjasama ini, kita belum melakukan kerjasama dengan Malaysia dan Singapura," kata Zulkifli.
"Kalau ternyata Malaysia menjual jenis kayu tersebut, jelas itu merupakan perdagangan ilegal. Karena jenis kayu Meranti dan Merbau hanya terdapat di negara kita. Inilah penting kerjasama tersebut. Namun dalam kerjasama ini, kita belum melakukan kerjasama dengan Malaysia dan Singapura," kata Zulkifli.
Terkait legalitas kayu tersebut, saat ini PT Mutuagung Lestari sebuah lembaga yang mengeluarkan sertifikasi yakni, Pengelolaan Hutan Prouksi Lestari (PHPL) dan Verfikasi Legalitas Kayu (VLK). Lembaga ini hadir berdasarkan Permenhut No P.38/Menhut-II/2009 pada 12 Juni 2009.
"Perusahaan pertama yang mendapatkan sertifikat PHPL berdasarkan skema Permenhut adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper pada 20 Oktober 2010. Disamping itu masih banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang memiliki komitmen dalam pengelolaan hutan lestari dan berkelanjutan, serta menjamin legalitas kayu sebagai bahan baku industri kehutanan," kata Presiden Direktur PT Mutuagung Lestari, Arifin Lambaga kepada wartawan.
Sementara itu, Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Mulia Nauli mengatakan bahwa perusahaan berkomitmen untuk selalu memenuhi standar sertifikasi yang dipersyaratkan dalam pengelolaan hutan tanaman industri yang lestari dan berkelanjutan. Hal ini termasuk di dalamnya sertifikasi legalitas kayu.
"Kami juga mendukung upaya pemerintah yang mendorong agar standar SVLK (Standar Verifikasi Legalitas Kayu) dapat diakui secara internasional. SVLK merupakan salah satu langkah penting untuk pengelolaan hutan lestari, untuk menekan pembalakan serta perdagangan kayu ilegal. Selain itu untuk meningkatkan kredibilitas produk industri kehutanan Indonesia, agar dapat bersaing secara fair dalam perdagangan internasional," jelas Mulia.
Psst: Tak habis2 pasal klaim ke geng2 indonesia nih? Agak2 Pulau Meranti (Selangor) & Lubuk Merbau (Perak) tu kat mana hah?
No comments:
Post a Comment